Biografi
Auguste Comte (1798-1857) - Bapak Sosiologi
Nama lengkap Auguste Comte adalah Isidore
Auguste Marie Francois Xavier. Beliau adalah filsuf dan ilmuwan sosial
terkemuka yang sangat berjasa dalam perkembangan ilmu kemasyarakatan atau
sosiologi. Comte lahir di kota Montpellier di Perancis selatan dari keluarga
kelas menengah konservatif. Comte menerima didikan ilmiah yang baik di Ecole
Polythecnique di Paris, sebuah pusat pendidikan berhaluan liberal.
Comte mencetuskan suatu sistem ilmiah yang kemudian melahirkan ilmu
pengetahuan baru, yaitu sosiologi. Pandangan Comte atas sosiologi sangat
pragmatis. Ia berpendapat bahwa sesungguhnya analisis untuk membedakan
"statika" dan "dinamika" sosial , serta analisa masyarakat
sebagai suatu sistem yang saling tergantung haruslah didasarkan pada konsensus.
Paradigma Fungsionalis dan paradigma ilmiah alamiah yang dirumuskan oleh Comte
tetap memberi warna menonjol dalam sosiologi saat ini.
Auguste Comte dengan bukunya "Course de Philosophie Positive"
menerangkan bahwa pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat harus
melalui urutan-urutan tertentu yang kemudian akan sampai pada tahap akhir yaitu
tahap ilmiah.
Auguste Comte disebut sebagai
Bapak Sosiologi karena dialah yang pertama kali memakai istilah sosiologi dan
mengkaji sosiologi secara sistematis, sehingga ilmu tersebut melepaskan diri
dari filsafat dan berdiri sendiri sejak pertengahan abad ke-19 (1856). Riwayat
Hidup
Auguste
Comte dilahirkan di Montpellier, Prancis tahun 1798, keluarganya beragama
khatolik dan berdarah bangsawan. Dia mendapatkan pendidikan di Ecole
Polytechnique di Prancis, namun tidak sempat menyelesaikan sekolahnya karena
banyak ketidakpuasan didalam dirinya, dan sekaligus ia adalah mahasiswa yang
keras kepala dan suka memberontak.
Comte
akhirnya memulia karir profesinalnya dengan memberi les privat bidang
matematika. Namun selain matematika ia juga tertarik memperhatikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat terutama minat ini tumbuh
dengan suburnya setelah ia berteman dengan Saint Simon yang mempekerjakan Comte
sebagai sekretarisnya.
Kehidupan
ekonominya pas-pasan, hampir dapat dipastikan hidupa dalam kemiskinan karena ia
tidak pernah dibayar sebagaimana mestinya dalam memberikan les privat, dimana
pada waktu itu biaya pendidikan di Prancis sangat mahal.
Pada
tahun 1842 ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course of Positive
Philosophy dalam 6 jilid, dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah System
of Positive Politics yang merupakan persembahan Comte bagi pujaan hatinya
Clothilde de Vaux, yang begitu banyak mempengaruhi pemikiran Comte di karya
besar keduanya itu. Dan dari karyanya yang satu ini ia mengusulkan adanya agama
humanitas, yang sangat menekankan pentingnya sisi kemanusiaan dalam mencapai
suatu masyarakat positifis.
Comte
hidup pada masa akhir revolusi Prancis termasuk didalamnya serangkaian
pergolakan yang tersu berkesinambungan sehingga Comte sangat menekankan arti
pentingnya Keteraturan Sosial.
Pada
tahun 1857 ia mengakhiri hidupnya dalam kesengsaraan dan kemiskinan namun
demikian namanya tetap kita kenang hingga sekarang karena kegemilangan pikiran
serta gagasannya.
Konteks Sosial dan Lingkungan
Intelektual
Untuk
memahami pemikiran Auguste Comte, kita harus mengkaitkan dia dengan faktor
lingkungan kebudayaan dan lingkungan intelektual Perancis. Comte hidup pada
masa revolusi Perancis yang telah menimbulkan perubahan yang sangat besar pada
semua aspek kehidupan masyarakat Perancis. Revolusi ini telah melahirkan dua
sikap yang saling berlawanan yaitu sikap optimis akan masa depan yang lebih
baik dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebaliknya sikap
konservatif atau skeptis terhadap perubahan yang menimbulkan anarki dan sikap
individualis.
Lingkungan
intelektual Perancis diwarnai oleh dua kelompok intelektual yaitu para peminat
filsafat sejarah yang memberi bentuk pada gagasan tentang kemajuan dan para
penulis yang lebih berminat kepada masalah-masalah penataan masyarakat. Para
peminat filsafat sejarah menaruh perhatian besar pada pertanyaan-pertanyaan
mengenai apakah sejarah memiliki tujuan, apakah dalam proses historis
diungkapkan suatu rencana yang dapat diketahui berkat wahyu atau akal pikiran
manusia, apakah sejarah memiliki makna atau hanyalah merupakan serangkaian
kejadian yang kebetulan. Beberapa tokoh dapat disebut dari Fontenelle, Abbe de
St Pierre, Bossuet, Voltaire, Turgot, dan Condorcet. Para peminat
masalah-masalah penataan masyarakat menaruh perhatian pada masalah integrasi
dan ketidaksamaan. Tokoh-tokohnya antara lain Montesquieu, Rousseau, De Bonald.
Dua
tokoh filusuf sejarah yang mempengaruhi Comte adalah turgot dan Condorcet.
Turgot merumuskan dua hukum yang berkaitan dengan kemajuan. Yang pertama berisi
dalil bahwa setiap langkah berarti percepatan. Yang kedua adalah hukum tiga
tahap perkembangan intelektual, pertama, orang pertama menemukan sebab-sebab
adanya gejala-gejala dijelaskan dalam kegiatan mahluk-mahluk rohaniah, kedua,
gejala-gejala dijelaskan dengan bantuan abstraksi dan pada tahap ketiga orang
menggunakan matematika dan eksperimen. Menurut Condorcet, Studi sejarah
mempunyai dua tujua, pertama, adanya keyakinan bahwa sejarah dapat diramalkan
asal saja hukum-hukumnya dapat diketahui (yang diperlukan adalah Newton-nya
Sejarah). Tujuan kedau adalah untuk menggantikan harapan masa depan yang
ditentukan oleh wahyu dengan harapan masa depan yang bersifat sekuler. Menurut
Condorcet ada tiga tahap perkembangan manusia yaitu membongkar perbedaan antar
negara, perkembangan persamaan negara, dan ketiga kemajuan manusia
sesungguhnya. Dan Condorcet juga mengemukakan bahwa belajar sejarah itu dapat
melalui, pengalaman masa lalu, pengamatan pada kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan
peradaban manusia, da menganalisa kemajuan pemahaman manusia terhadap alamnya.
Dan
penulis yang meminati masalah penataan masyarakat, Comte dipengaruhi oleh de
Bonald, dimana ia mempunyai pandangan skeptis dalam memandang dampak yang
ditimbulkan revolusi Perancis. Baginya revolusi nii hanya menghasilkan keadaan
masyarakat yang anarkis dan individualis. De Bonald memakai pendekatan organis
dalam melihat kesatuan masyarakat yang dipimpin oleh sekelompok orang yang
diterangi semangat Gereja. Individu harus tunduk pada masyarakat.
Comte dan Positivisme
Comte
adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya
bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian
empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan.
Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat
optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Pendiri
filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi
guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang
harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses
perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3
tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap
metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat
industri.
Comte
menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie
Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis
dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya
itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam
hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan
organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika
adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).
Bagi
Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang
kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
- Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
- Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
- Metode ini berusaha ke arah kepastian
- Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode
positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan,
eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam
ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu
untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkambangan gagasan-gagasan.
Hukum Tiga Tahap Auguste Comte
Comte
termasuk pemikir yang digolongkan dalam Positivisme yang memegang teguh bahwa
strategi pembaharuan termasuk dalam masyarakat itu dipercaya dapat dilakukan
berdasarkan hukum alam. Masyarakat positivus percaya bahwa hukum-hukum alam
yang mengendalikan manusia dan gejala sosial da[at digunakan sebagai dasar
untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial dan politik untuk menyelaraskan
institusi-institusi masyarakat dengan hukum-hukum itu.
Comte
juga melihat bahwa masyarakat sebagai suatu keseluruhan organisk yang
kenyataannya lebih dari sekedar jumlah bagian-bagian yang saling tergantung.
Dan untuk mengerti kenyataan ini harus dilakukan suatu metode penelitian
empiris, yang dapat meyakinkan kita bahwa masyarakat merupakan suatu bagian
dari alam seperti halnya gejala fisik.
Untuk
itu Comte mengajukan 3 metode penelitian empiris yang biasa juga digunakan oleh
bidang-bidang fisika dan biologi, yaitu pengamatan, dimana dalam metode ini
[eneliti mengadakan suatu pengamatan fakta dan mencatatnya dan tentunya tidak
semua fakta dicatat, hanya yang dianggap penting saja. Metode kedua yaitu
Eksperimen, metode ini bisa dilakukans ecara terlibat atau pun tidak dan metode
ini memang sulit untuk dilakukan. Metode ketiga yaitu Perbandingan, tentunya
metode ini memperbandingkan satu keadaan dengan keadaan yang lainnya.
Dengan
menggunakan metode-metode diatas Comte berusaha merumuskan perkembangan
masyarakat yang bersifat evolusioner menjadi 3 kelompok yaitu, pertama, Tahap Teologis, merupakan
periode paling lama dalam sejarah manusia, dan dalam periode ini dibagi lagi ke
dalam 3 subperiode, yaitu Fetisisme, yaitu bentuk pikiran yang dominan
dalam masyarakat primitif, meliputi kepercayaan bahwa semua benda memiliki
kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri. Politheisme, muncul adanya
anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang mengatur kehidupannya atau gejala
alam. Monotheisme, yaitu kepercayaan dewa mulai digantikan dengan yang
tunggal, dan puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme.
Kedua, Tahap Metafisik merupakan tahap transisi antara tahap
teologis ke tahap positif. Tahap ini ditandai oleh satu kepercayaan akan
hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dalam akal budi. Ketiga, Tahap Positif ditandai
oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir, tetapi
sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan tidak mutlak, disini
menunjukkan bahwa semangat positivisme yang selalu terbuka secara terus menerus
terhadap data baru yang terus mengalami pembaharuan dan menunjukkan dinamika
yang tinggi. Analisa rasional mengenai data empiris akhirnya akan memungkinkan
manusia untuk memperoleh hukum-hukum yang bersifat uniformitas.
Comte
mengatakan bahwa disetiap tahapan tentunya akan selalu terjadi suatu konsensus
yang mengarah pada keteraturan sosial, dimana dalam konsensus itu terjadi suatu
kesepakatan pandangan dan kepercayaan bersama, dengan kata lain sutau
masyarakat dikatakan telah melampaui suatu tahap perkembangan diatas apabila
seluruh anggotanya telah melakukan hal yang sama sesuai dengan kesepakatan yang
ada, ada suatu kekuatan yang dominan yang menguasai masyarakat yang mengarahkan
masyarakat untuk melakukan konsensus demi tercapainya suatu keteraturan sosial.
Pada
tahap teologis, keluarga merupakan satuan sosial yang dominan, dalam tahap
metafisik kekuatan negara-bangsa (yang memunculkan rasa nasionalisme/
kebangsaan) menjadi suatu organisasi yang dominan. Dalam tahap positif muncul
keteraturan sosial ditandai dengan munculnya masyarakat industri dimana yang
dipentingkan disini adalah sisi kemanusiaan. (Pada kesempatan lain Comte
mengusulkan adanya Agama Humanitas untuk menjamin terwujudnya suatu keteraturan
sosial dalam masyarakat positif ini).
Kesimpulan
Dari
penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat dasar dari suatu
organisasi sosial suatu masyarakat sangat tergantung pada pola-pola berfikir
yang dominan serta gaya intelektual masyarakat itu. Dalam perspektif Comte,
struktur sosial sangat mencerminkan epistemologi yang dominan, dan Comte
percaya bahwa begitu intelektual dan pengetahuan kita tumbuh maka masyarakat secara
otomatis akan ikut bertumbuh pula.
Perkembangan
masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan yang lainnya selalu
mengikuti hukum alam yang empiris sifatnya dan Comte merumuskan ke dalam 3
tahapan yaitu tahap Teologis, Metafisik dan Positif. Dimana dalam tahap
teologis dimana pengetahuan absolut mengandaikan bahwa semua gejala dihasilkan
dari tindakan langsung dari hal-hal supranatural. Tahap metafisik mulai ada
perubahan bukan kekuatan suoranatural yang menentukan tetapi kekuatan abstrak,
hal yang nyata melekat pada semua benda. Dan fase positif, sudah meninggalkan
apa-apa yang dipikirkan dalam dua tahap sebelumnya dan lebih memusatkan
perhatiannya pada hukum-hukum alam.
Jika
ditilik dari penjelasan diatas maka bentuk dari perkembnagan sejarah Auguste
Comte sulit untuk dipastikan apak mengikuti alur linier atau mengikuti alur
spiral tetapi yang jelas Comte tidak terlalu murni menggunakan kedau alur
tersebut, yang pasti ia mengarah pada progresifitas dimana masyarakat positif
merupakan cita-cita akhirnya yang sebelum nya harus melalui 2 tahapan
dibawahnya, yaitu tahap Teologis dan Metafisik
Pustaka
Collins,
James, A History of Modern European Philosophy, The Bruce Publishing
Company, Milwaukee, 1954
Ankersmit,
F.R., Refleksi Tentang Sejarah : Pendapat-p
AUGUSTE
COMTE
Auguste Comte, memiliki nama panjang Isidore Marie Auguste François Xavier Comte, lahir di Montpelier, Prancis pada tanggal 19 Januari 1798. Orang tua Auguste Comte berasal dari kelas menengah dan akhirnya sang ayah meraih posisi sebagai petugas resmi pengumpul pajak lokal. Meskipun ia adalah seorang mahasiswa yang cerdas, namun Comte tidak pernah mendapatkan ijazah sarjana. Ia dan seluruh mahasiswa seangkatannya dikeluarkan dari Ecole Politehnique karena gagasan politik dan pembangkangan mereka. Pemberhentian ini berdampak buruk pada karir akademis Comte. Pada tahun 1817 ia menjadi sekretaris dan “anak angkat” Claude Henri Saint- Simon, seorang filusuf yang empat puluh tahun lebih tua dari Comte (Manuel, 1962:251).
Ada beberapa sumber penting yang menjadi latar belakang yang menentukan jalan pikiran Comte, yaitu:
1. Revolusi perancis dengan segala aliran pikiran yang berkembang pada masa itu.
2. Sumber lain yang menjadi latar belakang pemikiran Comte adalah filsafat sosial yang berkembang di Perancis pada abad ke-18. Khususnya filsafat yang dikembangkan oleh para penganut paham encyclopedist.
3. Sumber lainnya adalah aliran reaksioner dari para ahli pikir Thoecratic terutama yang bernama De Maistre dan De Bonald.
4. Sumber terakhir yang melatarbelakangi pemikiran Comte adalah lahirnya aliran yang dikembangkan oleh para pemikir sosialistik, terutama yang diprakarsai oleh Sain– Simont.
Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian yaitu Social Statics dan Social Dynamic. Social statics dimaksudkannya sebagai suatu study tentang hukum– hukum aksi dan reaksi antara bagian– bagian dari suatu sistem sosial. Bagian yang paling penting dari sosiologi menurut Auguste Comte adalah apa yang disebutnya dengan social dynamic, yang didefinisikannya sebagai teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat. Karena social dynamic merupakan study tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang sejarah itu sendiri.
Hukum ini merupakan generalisasi dari tiap bagian dari pemikiran manusia yang berkembang semakin maju melalui 3 tahap pemikiran, yaitu The Telogical, or Fictitious; The Metaphysical or Abstract; dan The Scientific, or Positive.
1. Tahap teologis : tahap ini merupakan tingkat pemikirn manusia yang beranggapan bahwa benda didunia ini mempunnyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada diatas manusia /kekuatan dewa atau gaib.
2. Tahap metafisis : pada tahap manusia masih percaya bahwa gejala-gejala yang ada didunia ini disebabkan oleh kekuatan hukum alam /supranatural. Ditahap ini merupakan penyederhanaan dari kepercayaan terhadap dewa yang mengatur gejala yang terjadi.
3. Tahap positivis : tahap dimana manusia sanggup berpikir secara ilmiah, dan ditahap inilah berkembangnya ilmu pengetahuan.
Hasil karya comte yang terutama adalah :
• The scientific labors necessary for the reorganization of society (1822).
• The positive philosophy (6 jilid 1830-1840).
• Subjective synthesis (1820-1903).
*referensi : Positivisme lahir sebagai reaksi terhadap zaman pencerahan. Dalam buku Teori Sosiologi Karya George Ritzer dan Douglas J. Goodman disebutkan, pengaruh Pencerahan pada teori sosiologi lebih bersifat tidak langsung dan negatif ketimbang bersifat langsung dan positif.
Auguste Comte, memiliki nama panjang Isidore Marie Auguste François Xavier Comte, lahir di Montpelier, Prancis pada tanggal 19 Januari 1798. Orang tua Auguste Comte berasal dari kelas menengah dan akhirnya sang ayah meraih posisi sebagai petugas resmi pengumpul pajak lokal. Meskipun ia adalah seorang mahasiswa yang cerdas, namun Comte tidak pernah mendapatkan ijazah sarjana. Ia dan seluruh mahasiswa seangkatannya dikeluarkan dari Ecole Politehnique karena gagasan politik dan pembangkangan mereka. Pemberhentian ini berdampak buruk pada karir akademis Comte. Pada tahun 1817 ia menjadi sekretaris dan “anak angkat” Claude Henri Saint- Simon, seorang filusuf yang empat puluh tahun lebih tua dari Comte (Manuel, 1962:251).
Ada beberapa sumber penting yang menjadi latar belakang yang menentukan jalan pikiran Comte, yaitu:
1. Revolusi perancis dengan segala aliran pikiran yang berkembang pada masa itu.
2. Sumber lain yang menjadi latar belakang pemikiran Comte adalah filsafat sosial yang berkembang di Perancis pada abad ke-18. Khususnya filsafat yang dikembangkan oleh para penganut paham encyclopedist.
3. Sumber lainnya adalah aliran reaksioner dari para ahli pikir Thoecratic terutama yang bernama De Maistre dan De Bonald.
4. Sumber terakhir yang melatarbelakangi pemikiran Comte adalah lahirnya aliran yang dikembangkan oleh para pemikir sosialistik, terutama yang diprakarsai oleh Sain– Simont.
Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian yaitu Social Statics dan Social Dynamic. Social statics dimaksudkannya sebagai suatu study tentang hukum– hukum aksi dan reaksi antara bagian– bagian dari suatu sistem sosial. Bagian yang paling penting dari sosiologi menurut Auguste Comte adalah apa yang disebutnya dengan social dynamic, yang didefinisikannya sebagai teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat. Karena social dynamic merupakan study tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang sejarah itu sendiri.
Hukum ini merupakan generalisasi dari tiap bagian dari pemikiran manusia yang berkembang semakin maju melalui 3 tahap pemikiran, yaitu The Telogical, or Fictitious; The Metaphysical or Abstract; dan The Scientific, or Positive.
1. Tahap teologis : tahap ini merupakan tingkat pemikirn manusia yang beranggapan bahwa benda didunia ini mempunnyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada diatas manusia /kekuatan dewa atau gaib.
2. Tahap metafisis : pada tahap manusia masih percaya bahwa gejala-gejala yang ada didunia ini disebabkan oleh kekuatan hukum alam /supranatural. Ditahap ini merupakan penyederhanaan dari kepercayaan terhadap dewa yang mengatur gejala yang terjadi.
3. Tahap positivis : tahap dimana manusia sanggup berpikir secara ilmiah, dan ditahap inilah berkembangnya ilmu pengetahuan.
Hasil karya comte yang terutama adalah :
• The scientific labors necessary for the reorganization of society (1822).
• The positive philosophy (6 jilid 1830-1840).
• Subjective synthesis (1820-1903).
*referensi : Positivisme lahir sebagai reaksi terhadap zaman pencerahan. Dalam buku Teori Sosiologi Karya George Ritzer dan Douglas J. Goodman disebutkan, pengaruh Pencerahan pada teori sosiologi lebih bersifat tidak langsung dan negatif ketimbang bersifat langsung dan positif.
Zaman
pencerahan menyebabkan beberapa “penyakit” pada masyarakat. Oleh karena itu
Comte menginginkan adanya perubahan atau reformasi sosial untuk memperbaiki
“penyakit” yang diakibatkan oleh Revolusi Perancis dan Pencerahan itu. Comte
hanya menginginkan evolusi alamiah di masyarakat. Hingga akhirnya tercipta
teori evolusi yang dikemukakan Comte atau yang biasa disebut hukum tiga tahap yaitu:
a.
Tahap teologis
Dimulai
sebelum tahun 1300 dan menjadi ciri dunia. Tahap ini meyakini bahwa segala
sesuatu yang terjadi di dunia ini dikendalikan oleh kekuatan supranatural yang
dimiliki oleh para dewa, roh atau tuhan. Pemikiran ini menjadi dasar yang
mutlak untuk menjelaskan segala fenomena yang terjadi di sekitar manusia,
sehingga terkesan irasional. Dalam tahap teologis ini terdapat tiga kepercayaan
yang dianut masyarakat. Yang pertama fetisysme dan dinamise, menganggap alam
semesta ini mempunyai jiwa. Contohnya, bergemuruhnya guntur disebabkan raksasa
yang sedang berperang dan lain-lain. Kemudian ada animisme yang mempercayai
dunia sebagai kediaman roh-roh atau bangsa halus. Yang kedua politeisme, sedikit
lebih maju dari pada kepercayaan sebelumnya. Politeisme mengelompokkan semua
dan kejadian alam berdasarkan kesamaan-kesamaan diantara mereka. Sehingga
politeisme menyederhanakan alam semesta yang beranekaragam. Contoh dari
politeisme, dulu disetiap sawah di desa berbeda mempunyai dewa yang berbeda.
Politeisme menganggap setiap sawah dimanapun tempatnya mempunyai dewa yang
sama, orang jawa mengatakan dewa padi yaitu yaitu dewi sri. Yang terakhir,
monoteisme yaitu kepercayaan yang menganggap hanya ada satu tuhan.
b.
Tahap metafisik
Pada
tahap ini manusia mengalami pergeseran cara berpikir. Tahap teologis, semua
fenomena yang terjadi disekitar manusia sebagai akibat dari kehendak roh, dewa
atau tuhan. Namun pada tahap ini, muncul konsep-konsep abstrak atau kekuatan
abstrak selain tuhan seperti “alam”.
Tahap ini terjadi antara tahun 1300 sampai 1800.
c.
Tahap positivisme
Pada
tahap ini semua gejala alam atau fenomena yang terjadi dapat dijelaskan secara
ilmiah berdasarkan peninjauan, pengujian dan dapat dibuktikan secara empiris.
Lembaga agama yang dulunya mengatur segalanya pada tahap ini harus menyerahkan
hegemoninya kepada lembaga-lembaga lainnya sehingga muncullah lembaga-lembaga
lainnya. Selainnya itu muncul sekulerisme atau pemisahan dibidang agama dengan
bidang yang lain. Tahap ini menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dan segala
sesuatu menjadi lebih rasional, sehingga tercipta dunia yang lebih baik karena
orang cenderung berhenti melakukan pencarian sebab mutlak (tuhan atau alam) dan
lebih berkonsentrasi pada penelitian terhadap dunia sosial dan fisik dalam
upayanya menemukan hukum yang mengaturnya (Teori Sosiologi, George Ritzer &
Douglas J. Goodman Halaman 17).
B.
Dinamika Proses Evolusi Akal-Budi
Tidak
semua perkembangan pikiran berlangsung cepat dan lancar. Proses perkembangan
akal-budi ada yang berlangsung cepat ada pula yang lambat. Perkembangan
berlangsung cepat apabila dibidang itu cenderung lebih sederhana dan bersifat
universal. Berbeda halnya dengan bidang ilmu pengetahuan lain yang rumit dan
bersifat fenomin Pengetahuan ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa
diakui di masyarakat. Dalam buku realitas sosial dijelaskan bahwa inti ajaran
Comte yaitu sejarah pokoknya adalah proses perkembangan bertahap dari cara
manusia berfikir dan proses ini bersifat mutlak, universal, dan tak terelakkan.
Namun demikian semakin manusia menyadari bahwa hukum evolusi bersifat pasti,
dan mendukungnya , semakin cepat masyarakat baru akan terwujud.
C.
Masyarakat Positivis adalah Masyarakat
Industri
Zaman
berburu dan meramu, maupun sistem produksi tradisional berganti menjadi zaman
modern dengan ditemukannya mesin-mesin yang mempermudahkan pekerjaan manusia.
Dari positivisme lahirlah masyarakat industri karena pengetahuan semakin
berkembang. Berubahnya masyarakat menjadi masyarakat industri mempengaruhi
antagonisme kelas dan kemiskinan kaum buruh karena sistem ekonomi yang
berkembang yaitu sistem ekonomi liberal. Comte membenarkan hal milik
perseorangan atas sarana-sarana produksi, juga hak untuk mengumpulkan kekayaan
besar. Menurut dia, antagonisme kelas dan kemiskinan kaum buruh hanyalah efek
samping dari sistem ekonomi liberal. Namun, bukan berarti Comte menyetujui
persaingan liar yang tak terkendali, dan kebebasan mutlak di bidang ekonomi.
Karl Marx tidak setuju dengan sistem ekonomi liberal. Menurut dia, terjadinya
antagonisme kelas dan kemiskinan merupakan hal yang kronis dan harus segera
diperbaiki.
D.
Statika dan Dinamika Sosial
Statika
sosial yang dimaksud yaitu semua unsur struktural yang melandasi dan menunjang
orde, tertib, dan kestabilan masyarakat. Antara lain disebut: sistem
perundangan, struktur organisasi, dan nilai-nilai seperti keyakinan , kaidah,
dan kewajiban yang semuanya memberi bentuk yang kongkret dan mantap pada
kehidupan bersama. Statika sosial itu disepakati oleh anggota yang disebut volonte general (kemauan umum). Mereka
mengungkapkan hasrat kodrati manusia akan persatuan , perdamaian, dan
kestabilan. Tanpa unsur-unsur struktural ini kehidupan bersama tidak dapat
berjalan.
Dinamika
sosial yang dimaksud yaitu semua proses pergolakan yang menuju perubahan
sosial. Dinamika sosial merupakan daya gerak sejarah yang pada setiap tahap
evolusi mendorong kearah tercapainya keseimbangann baru yang setara dengan
kondisi dan keadaan zaman. Pada abad ke 18 dinamika sosial yang paling menonjol
dalam perjuangan dan usaha untuk mengganti gagasan-gagasan agama yang lama
dengan konsep-konsep positif dan ilmiah yang baru.
Comte
telah menyaksikan krisis sosial yang hebat, disebabkan oleh benturan antara
masyarakat tradisi dengan masyarakat industri baru. Kendati demikian ia
berkeyakinan bahwa masyarakat akan menjadi tertib kembali kalau suatu
kesepakatan tentang nilai-nilai baru akan tercapai.
Comte
sangat dikesankan oleh abad pertengahan. Bukan tahap evolusi akal-budi di zaman
itu mengesankan dia, tetapi pengintegrasian yang ditonjolkan antara nilai-nilai
rohani dengan nilai-nilai duniawi. Misalnya, lembaga keluarga tidak semata-mata
dianggap sebagai sumber sekuler saja, tetapi dianggap suci dan sacral juga.
Terdorong oleh keyakinannya bahwa hati manusia merupakan daya yang terutama, ia
melucuti angkatan bersenjata dari cita sakralnya, dan sebagai gantinya ia
memberi status sacral kepada kaum wanita. Ia meningkatkan status sosial mereka
dan meluhurkan perana merekan dalam rumah- tangga. Ia menentang perceraian, ibu
Yesus dihormatinya. Melalui hormat kepada Bunda Maria ia menyatakan hormatnya
kepada semua ibu. Pada saat menjelang wafatnya para hadirin mendengar dia berbisik
“Ibu dari AnakMu”.
Comte
menarik kesimpulan, bahwa pengintegrasian kembali masyarakat atas dasar
prinsip-prinsip positivisme hanya mungkin dilaksanakan melalui agama gaya baru, yaitu agama sekuler
dengan lambangnya, upacaranya, hari-hari raya, dan orang “Kudus”-nya. Hanya
agama yang akan mampu menyemangati baik akal-budi maupun perasaan dan kemauan.
Oleh karena itulah, Comte dalam masa tuanya mendirikan agama baru itu. Yang
disembah sebagai Yang Mahatinggi bukan Allah, melainkan humanitas atau manusia. kita
harus mencintai humanitas. Dengan humanitas tidak dimaksudkan semua orang,
termasuk yang tidak becus dan jahat. Melainkan orang-orang terbaik yang pernah
dihasilkan sejarah dan masih hidup melalui karya dan pengaruh mereka. Kita
harus mencintai kemanusiaan mereka
yang abadi. Menurut Comte cinta inilah yang akan memulihkan keseimbangan dan
pengintegrasian baik dalam diri individu maupun dalam masyarakat. Cinta ini
akan melahirkan pemerintahan sipil, menjinakkan, dan mengendalikan tiap-tiap
kekuasaan dunawi. Kata Marvin, “masyarakat yang sedemikian rupa diatur, hingga
prinsip-prinsip sosial memainkan peranan paling penting, merupakan suatu sosiokrasi. Itulah sumbangan istimewa
Comte kepada dunia”. (Marvin, F.S., 1936: 195-196).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar