Kamis, 27 Desember 2012

Biografi Auguste Comte



Biografi Auguste Comte (1798-1857) - Bapak Sosiologi

Nama lengkap
Auguste Comte adalah Isidore Auguste Marie Francois Xavier. Beliau adalah filsuf dan ilmuwan sosial terkemuka yang sangat berjasa dalam perkembangan ilmu kemasyarakatan atau sosiologi. Comte lahir di kota Montpellier di Perancis selatan dari keluarga kelas menengah konservatif. Comte menerima didikan ilmiah yang baik di Ecole Polythecnique di Paris, sebuah pusat pendidikan berhaluan liberal.

Comte mencetuskan suatu  sistem ilmiah yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan baru, yaitu sosiologi. Pandangan Comte atas sosiologi sangat pragmatis. Ia berpendapat bahwa sesungguhnya analisis untuk membedakan "statika" dan "dinamika" sosial , serta analisa masyarakat sebagai suatu sistem yang saling tergantung haruslah didasarkan pada konsensus. Paradigma Fungsionalis dan paradigma ilmiah alamiah yang dirumuskan oleh Comte tetap memberi warna menonjol dalam sosiologi saat ini.

Auguste Comte dengan bukunya "Course de Philosophie Positive" menerangkan bahwa pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat harus melalui urutan-urutan tertentu yang kemudian akan sampai pada tahap akhir yaitu tahap ilmiah.

Auguste Comte disebut sebagai Bapak Sosiologi karena dialah yang pertama kali memakai istilah sosiologi dan mengkaji sosiologi secara sistematis, sehingga ilmu tersebut melepaskan diri dari filsafat dan berdiri sendiri sejak pertengahan abad ke-19 (1856). Riwayat Hidup

Auguste Comte dilahirkan di Montpellier, Prancis tahun 1798, keluarganya beragama khatolik dan berdarah bangsawan. Dia mendapatkan pendidikan di Ecole Polytechnique di Prancis, namun tidak sempat menyelesaikan sekolahnya karena banyak ketidakpuasan didalam dirinya, dan sekaligus ia adalah mahasiswa yang keras kepala dan suka memberontak.
Comte akhirnya memulia karir profesinalnya dengan memberi les privat bidang matematika. Namun selain matematika ia juga tertarik memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat terutama minat ini tumbuh dengan suburnya setelah ia berteman dengan Saint Simon yang mempekerjakan Comte sebagai sekretarisnya.
Kehidupan ekonominya pas-pasan, hampir dapat dipastikan hidupa dalam kemiskinan karena ia tidak pernah dibayar sebagaimana mestinya dalam memberikan les privat, dimana pada waktu itu biaya pendidikan di Prancis sangat mahal.
Pada tahun 1842 ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course of Positive Philosophy dalam 6 jilid, dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah System of Positive Politics yang merupakan persembahan Comte bagi pujaan hatinya Clothilde de Vaux, yang begitu banyak mempengaruhi pemikiran Comte di karya besar keduanya itu. Dan dari karyanya yang satu ini ia mengusulkan adanya agama humanitas, yang sangat menekankan pentingnya sisi kemanusiaan dalam mencapai suatu masyarakat positifis.
Comte hidup pada masa akhir revolusi Prancis termasuk didalamnya serangkaian pergolakan yang tersu berkesinambungan sehingga Comte sangat menekankan arti pentingnya Keteraturan Sosial.
Pada tahun 1857 ia mengakhiri hidupnya dalam kesengsaraan dan kemiskinan namun demikian namanya tetap kita kenang hingga sekarang karena kegemilangan pikiran serta gagasannya.
Konteks Sosial dan Lingkungan Intelektual
Untuk memahami pemikiran Auguste Comte, kita harus mengkaitkan dia dengan faktor lingkungan kebudayaan dan lingkungan intelektual Perancis. Comte hidup pada masa revolusi Perancis yang telah menimbulkan perubahan yang sangat besar pada semua aspek kehidupan masyarakat Perancis. Revolusi ini telah melahirkan dua sikap yang saling berlawanan yaitu sikap optimis akan masa depan yang lebih baik dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebaliknya sikap konservatif atau skeptis terhadap perubahan yang menimbulkan anarki dan sikap individualis.
Lingkungan intelektual Perancis diwarnai oleh dua kelompok intelektual yaitu para peminat filsafat sejarah yang memberi bentuk pada gagasan tentang kemajuan dan para penulis yang lebih berminat kepada masalah-masalah penataan masyarakat. Para peminat filsafat sejarah menaruh perhatian besar pada pertanyaan-pertanyaan mengenai apakah sejarah memiliki tujuan, apakah dalam proses historis diungkapkan suatu rencana yang dapat diketahui berkat wahyu atau akal pikiran manusia, apakah sejarah memiliki makna atau hanyalah merupakan serangkaian kejadian yang kebetulan. Beberapa tokoh dapat disebut dari Fontenelle, Abbe de St Pierre, Bossuet, Voltaire, Turgot, dan Condorcet. Para peminat masalah-masalah penataan masyarakat menaruh perhatian pada masalah integrasi dan ketidaksamaan. Tokoh-tokohnya antara lain Montesquieu, Rousseau, De Bonald.
Dua tokoh filusuf sejarah yang mempengaruhi Comte adalah turgot dan Condorcet. Turgot merumuskan dua hukum yang berkaitan dengan kemajuan. Yang pertama berisi dalil bahwa setiap langkah berarti percepatan. Yang kedua adalah hukum tiga tahap perkembangan intelektual, pertama, orang pertama menemukan sebab-sebab adanya gejala-gejala dijelaskan dalam kegiatan mahluk-mahluk rohaniah, kedua, gejala-gejala dijelaskan dengan bantuan abstraksi dan pada tahap ketiga orang menggunakan matematika dan eksperimen. Menurut Condorcet, Studi sejarah mempunyai dua tujua, pertama, adanya keyakinan bahwa sejarah dapat diramalkan asal saja hukum-hukumnya dapat diketahui (yang diperlukan adalah Newton-nya Sejarah). Tujuan kedau adalah untuk menggantikan harapan masa depan yang ditentukan oleh wahyu dengan harapan masa depan yang bersifat sekuler. Menurut Condorcet ada tiga tahap perkembangan manusia yaitu membongkar perbedaan antar negara, perkembangan persamaan negara, dan ketiga kemajuan manusia sesungguhnya. Dan Condorcet juga mengemukakan bahwa belajar sejarah itu dapat melalui, pengalaman masa lalu, pengamatan pada kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan peradaban manusia, da menganalisa kemajuan pemahaman manusia terhadap alamnya.
Dan penulis yang meminati masalah penataan masyarakat, Comte dipengaruhi oleh de Bonald, dimana ia mempunyai pandangan skeptis dalam memandang dampak yang ditimbulkan revolusi Perancis. Baginya revolusi nii hanya menghasilkan keadaan masyarakat yang anarkis dan individualis. De Bonald memakai pendekatan organis dalam melihat kesatuan masyarakat yang dipimpin oleh sekelompok orang yang diterangi semangat Gereja. Individu harus tunduk pada masyarakat.
Comte dan Positivisme
Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat industri.
Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).
Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
  1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
  2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
  3. Metode ini berusaha ke arah kepastian
  4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkambangan gagasan-gagasan.
Hukum Tiga Tahap Auguste Comte
Comte termasuk pemikir yang digolongkan dalam Positivisme yang memegang teguh bahwa strategi pembaharuan termasuk dalam masyarakat itu dipercaya dapat dilakukan berdasarkan hukum alam. Masyarakat positivus percaya bahwa hukum-hukum alam yang mengendalikan manusia dan gejala sosial da[at digunakan sebagai dasar untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial dan politik untuk menyelaraskan institusi-institusi masyarakat dengan hukum-hukum itu.
Comte juga melihat bahwa masyarakat sebagai suatu keseluruhan organisk yang kenyataannya lebih dari sekedar jumlah bagian-bagian yang saling tergantung. Dan untuk mengerti kenyataan ini harus dilakukan suatu metode penelitian empiris, yang dapat meyakinkan kita bahwa masyarakat merupakan suatu bagian dari alam seperti halnya gejala fisik.
Untuk itu Comte mengajukan 3 metode penelitian empiris yang biasa juga digunakan oleh bidang-bidang fisika dan biologi, yaitu pengamatan, dimana dalam metode ini [eneliti mengadakan suatu pengamatan fakta dan mencatatnya dan tentunya tidak semua fakta dicatat, hanya yang dianggap penting saja. Metode kedua yaitu Eksperimen, metode ini bisa dilakukans ecara terlibat atau pun tidak dan metode ini memang sulit untuk dilakukan. Metode ketiga yaitu Perbandingan, tentunya metode ini memperbandingkan satu keadaan dengan keadaan yang lainnya.
Dengan menggunakan metode-metode diatas Comte berusaha merumuskan perkembangan masyarakat yang bersifat evolusioner menjadi 3 kelompok yaitu, pertama, Tahap Teologis, merupakan periode paling lama dalam sejarah manusia, dan dalam periode ini dibagi lagi ke dalam 3 subperiode, yaitu Fetisisme, yaitu bentuk pikiran yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri. Politheisme, muncul adanya anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang mengatur kehidupannya atau gejala alam. Monotheisme, yaitu kepercayaan dewa mulai digantikan dengan yang tunggal, dan puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme.
Kedua, Tahap Metafisik merupakan tahap transisi antara tahap teologis ke tahap positif. Tahap ini ditandai oleh satu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dalam akal budi. Ketiga, Tahap Positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan tidak mutlak, disini menunjukkan bahwa semangat positivisme yang selalu terbuka secara terus menerus terhadap data baru yang terus mengalami pembaharuan dan menunjukkan dinamika yang tinggi. Analisa rasional mengenai data empiris akhirnya akan memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum yang bersifat uniformitas.
Comte mengatakan bahwa disetiap tahapan tentunya akan selalu terjadi suatu konsensus yang mengarah pada keteraturan sosial, dimana dalam konsensus itu terjadi suatu kesepakatan pandangan dan kepercayaan bersama, dengan kata lain sutau masyarakat dikatakan telah melampaui suatu tahap perkembangan diatas apabila seluruh anggotanya telah melakukan hal yang sama sesuai dengan kesepakatan yang ada, ada suatu kekuatan yang dominan yang menguasai masyarakat yang mengarahkan masyarakat untuk melakukan konsensus demi tercapainya suatu keteraturan sosial.
Pada tahap teologis, keluarga merupakan satuan sosial yang dominan, dalam tahap metafisik kekuatan negara-bangsa (yang memunculkan rasa nasionalisme/ kebangsaan) menjadi suatu organisasi yang dominan. Dalam tahap positif muncul keteraturan sosial ditandai dengan munculnya masyarakat industri dimana yang dipentingkan disini adalah sisi kemanusiaan. (Pada kesempatan lain Comte mengusulkan adanya Agama Humanitas untuk menjamin terwujudnya suatu keteraturan sosial dalam masyarakat positif ini).
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat dasar dari suatu organisasi sosial suatu masyarakat sangat tergantung pada pola-pola berfikir yang dominan serta gaya intelektual masyarakat itu. Dalam perspektif Comte, struktur sosial sangat mencerminkan epistemologi yang dominan, dan Comte percaya bahwa begitu intelektual dan pengetahuan kita tumbuh maka masyarakat secara otomatis akan ikut bertumbuh pula.
Perkembangan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan yang lainnya selalu mengikuti hukum alam yang empiris sifatnya dan Comte merumuskan ke dalam 3 tahapan yaitu tahap Teologis, Metafisik dan Positif. Dimana dalam tahap teologis dimana pengetahuan absolut mengandaikan bahwa semua gejala dihasilkan dari tindakan langsung dari hal-hal supranatural. Tahap metafisik mulai ada perubahan bukan kekuatan suoranatural yang menentukan tetapi kekuatan abstrak, hal yang nyata melekat pada semua benda. Dan fase positif, sudah meninggalkan apa-apa yang dipikirkan dalam dua tahap sebelumnya dan lebih memusatkan perhatiannya pada hukum-hukum alam.
Jika ditilik dari penjelasan diatas maka bentuk dari perkembnagan sejarah Auguste Comte sulit untuk dipastikan apak mengikuti alur linier atau mengikuti alur spiral tetapi yang jelas Comte tidak terlalu murni menggunakan kedau alur tersebut, yang pasti ia mengarah pada progresifitas dimana masyarakat positif merupakan cita-cita akhirnya yang sebelum nya harus melalui 2 tahapan dibawahnya, yaitu tahap Teologis dan Metafisik
Pustaka
Collins, James, A History of Modern European Philosophy, The Bruce Publishing Company, Milwaukee, 1954
Ankersmit, F.R., Refleksi Tentang Sejarah : Pendapat-p
AUGUSTE COMTE
Auguste Comte, memiliki nama panjang Isidore Marie Auguste François Xavier Comte, lahir di Montpelier, Prancis pada tanggal 19 Januari 1798. Orang tua Auguste Comte berasal dari kelas menengah dan akhirnya sang ayah meraih posisi sebagai petugas resmi pengumpul pajak lokal. Meskipun ia adalah seorang mahasiswa yang cerdas, namun Comte tidak pernah mendapatkan ijazah sarjana. Ia dan seluruh mahasiswa seangkatannya dikeluarkan dari Ecole Politehnique karena gagasan politik dan pembangkangan mereka. Pemberhentian ini berdampak buruk pada karir akademis Comte. Pada tahun 1817 ia menjadi sekretaris dan “anak angkat” Claude Henri Saint- Simon, seorang filusuf yang empat puluh tahun lebih tua dari Comte (Manuel, 1962:251).
Ada beberapa sumber penting yang menjadi latar belakang yang menentukan jalan pikiran Comte, yaitu:
1. Revolusi perancis dengan segala aliran pikiran yang berkembang pada masa itu.
2. Sumber lain yang menjadi latar belakang pemikiran Comte adalah filsafat sosial yang berkembang di Perancis pada abad ke-18. Khususnya filsafat yang dikembangkan oleh para penganut paham encyclopedist.
3. Sumber lainnya adalah aliran reaksioner dari para ahli pikir Thoecratic terutama yang bernama De Maistre dan De Bonald.
4. Sumber terakhir yang melatarbelakangi pemikiran Comte adalah lahirnya aliran yang dikembangkan oleh para pemikir sosialistik, terutama yang diprakarsai oleh Sain– Simont.
Auguste Comte membagi sosiologi menjadi dua bagian yaitu Social Statics dan Social Dynamic. Social statics dimaksudkannya sebagai suatu study tentang hukum– hukum aksi dan reaksi antara bagian– bagian dari suatu sistem sosial. Bagian yang paling penting dari sosiologi menurut Auguste Comte adalah apa yang disebutnya dengan social dynamic, yang didefinisikannya sebagai teori tentang perkembangan dan kemajuan masyarakat. Karena social dynamic merupakan study tentang sejarah yang akan menghilangkan filsafat yang spekulatif tentang sejarah itu sendiri.
Hukum ini merupakan generalisasi dari tiap bagian dari pemikiran manusia yang berkembang semakin maju melalui 3 tahap pemikiran, yaitu The Telogical, or Fictitious; The Metaphysical or Abstract; dan The Scientific, or Positive.
1. Tahap teologis : tahap ini merupakan tingkat pemikirn manusia yang beranggapan bahwa benda didunia ini mempunnyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada diatas manusia /kekuatan dewa atau gaib.
2. Tahap metafisis : pada tahap manusia masih percaya bahwa gejala-gejala yang ada didunia ini disebabkan oleh kekuatan hukum alam /supranatural. Ditahap ini merupakan penyederhanaan dari kepercayaan terhadap dewa yang mengatur gejala yang terjadi.
3. Tahap positivis : tahap dimana manusia sanggup berpikir secara ilmiah, dan ditahap inilah berkembangnya ilmu pengetahuan.
Hasil karya comte yang terutama adalah :
• The scientific labors necessary for the reorganization of society (1822).
• The positive philosophy (6 jilid 1830-1840).
• Subjective synthesis (1820-1903).
*referensi :
Positivisme lahir sebagai reaksi terhadap zaman pencerahan. Dalam buku Teori Sosiologi Karya George Ritzer dan Douglas J. Goodman disebutkan, pengaruh Pencerahan pada teori sosiologi lebih bersifat tidak langsung dan negatif ketimbang bersifat langsung dan positif.
Zaman pencerahan menyebabkan beberapa “penyakit” pada masyarakat. Oleh karena itu Comte menginginkan adanya perubahan atau reformasi sosial untuk memperbaiki “penyakit” yang diakibatkan oleh Revolusi Perancis dan Pencerahan itu. Comte hanya menginginkan evolusi alamiah di masyarakat. Hingga akhirnya tercipta teori evolusi yang dikemukakan Comte atau yang biasa disebut hukum tiga tahap yaitu:
a.       Tahap teologis
Dimulai sebelum tahun 1300 dan menjadi ciri dunia. Tahap ini meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini dikendalikan oleh kekuatan supranatural yang dimiliki oleh para dewa, roh atau tuhan. Pemikiran ini menjadi dasar yang mutlak untuk menjelaskan segala fenomena yang terjadi di sekitar manusia, sehingga terkesan irasional. Dalam tahap teologis ini terdapat tiga kepercayaan yang dianut masyarakat. Yang pertama fetisysme dan dinamise, menganggap alam semesta ini mempunyai jiwa. Contohnya, bergemuruhnya guntur disebabkan raksasa yang sedang berperang dan lain-lain. Kemudian ada animisme yang mempercayai dunia sebagai kediaman roh-roh atau bangsa halus. Yang kedua politeisme, sedikit lebih maju dari pada kepercayaan sebelumnya. Politeisme mengelompokkan semua dan kejadian alam berdasarkan kesamaan-kesamaan diantara mereka. Sehingga politeisme menyederhanakan alam semesta yang beranekaragam. Contoh dari politeisme, dulu disetiap sawah di desa berbeda mempunyai dewa yang berbeda. Politeisme menganggap setiap sawah dimanapun tempatnya mempunyai dewa yang sama, orang jawa mengatakan dewa padi yaitu yaitu dewi sri. Yang terakhir, monoteisme yaitu kepercayaan yang menganggap hanya ada satu tuhan.
b.      Tahap metafisik
Pada tahap ini manusia mengalami pergeseran cara berpikir. Tahap teologis, semua fenomena yang terjadi disekitar manusia sebagai akibat dari kehendak roh, dewa atau tuhan. Namun pada tahap ini, muncul konsep-konsep abstrak atau kekuatan abstrak  selain tuhan seperti “alam”. Tahap ini terjadi antara tahun 1300 sampai 1800.
c.       Tahap positivisme
Pada tahap ini semua gejala alam atau fenomena yang terjadi dapat dijelaskan secara ilmiah berdasarkan peninjauan, pengujian dan dapat dibuktikan secara empiris. Lembaga agama yang dulunya mengatur segalanya pada tahap ini harus menyerahkan hegemoninya kepada lembaga-lembaga lainnya sehingga muncullah lembaga-lembaga lainnya. Selainnya itu muncul sekulerisme atau pemisahan dibidang agama dengan bidang yang lain. Tahap ini menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dan segala sesuatu menjadi lebih rasional, sehingga tercipta dunia yang lebih baik karena orang cenderung berhenti melakukan pencarian sebab mutlak (tuhan atau alam) dan lebih berkonsentrasi pada penelitian terhadap dunia sosial dan fisik dalam upayanya menemukan hukum yang mengaturnya (Teori Sosiologi, George Ritzer & Douglas J. Goodman Halaman 17).
B.      Dinamika Proses Evolusi Akal-Budi
Tidak semua perkembangan pikiran berlangsung cepat dan lancar. Proses perkembangan akal-budi ada yang berlangsung cepat ada pula yang lambat. Perkembangan berlangsung cepat apabila dibidang itu cenderung lebih sederhana dan bersifat universal. Berbeda halnya dengan bidang ilmu pengetahuan lain yang rumit dan bersifat fenomin Pengetahuan ini membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa diakui di masyarakat. Dalam buku realitas sosial dijelaskan bahwa inti ajaran Comte yaitu sejarah pokoknya adalah proses perkembangan bertahap dari cara manusia berfikir dan proses ini bersifat mutlak, universal, dan tak terelakkan. Namun demikian semakin manusia menyadari bahwa hukum evolusi bersifat pasti, dan mendukungnya , semakin cepat masyarakat baru akan terwujud.
C.       Masyarakat Positivis adalah Masyarakat Industri
Zaman berburu dan meramu, maupun sistem produksi tradisional berganti menjadi zaman modern dengan ditemukannya mesin-mesin yang mempermudahkan pekerjaan manusia. Dari positivisme lahirlah masyarakat industri karena pengetahuan semakin berkembang. Berubahnya masyarakat menjadi masyarakat industri mempengaruhi antagonisme kelas dan kemiskinan kaum buruh karena sistem ekonomi yang berkembang yaitu sistem ekonomi liberal. Comte membenarkan hal milik perseorangan atas sarana-sarana produksi, juga hak untuk mengumpulkan kekayaan besar. Menurut dia, antagonisme kelas dan kemiskinan kaum buruh hanyalah efek samping dari sistem ekonomi liberal. Namun, bukan berarti Comte menyetujui persaingan liar yang tak terkendali, dan kebebasan mutlak di bidang ekonomi. Karl Marx tidak setuju dengan sistem ekonomi liberal. Menurut dia, terjadinya antagonisme kelas dan kemiskinan merupakan hal yang kronis dan harus segera diperbaiki.
D.      Statika dan Dinamika Sosial
Statika sosial yang dimaksud yaitu semua unsur struktural yang melandasi dan menunjang orde, tertib, dan kestabilan masyarakat. Antara lain disebut: sistem perundangan, struktur organisasi, dan nilai-nilai seperti keyakinan , kaidah, dan kewajiban yang semuanya memberi bentuk yang kongkret dan mantap pada kehidupan bersama. Statika sosial itu disepakati oleh anggota yang disebut volonte general (kemauan umum). Mereka mengungkapkan hasrat kodrati manusia akan persatuan , perdamaian, dan kestabilan. Tanpa unsur-unsur struktural ini kehidupan bersama tidak dapat berjalan.
Dinamika sosial yang dimaksud yaitu semua proses pergolakan yang menuju perubahan sosial. Dinamika sosial merupakan daya gerak sejarah yang pada setiap tahap evolusi mendorong kearah tercapainya keseimbangann baru yang setara dengan kondisi dan keadaan zaman. Pada abad ke 18 dinamika sosial yang paling menonjol dalam perjuangan dan usaha untuk mengganti gagasan-gagasan agama yang lama dengan konsep-konsep positif dan ilmiah yang baru.
Comte telah menyaksikan krisis sosial yang hebat, disebabkan oleh benturan antara masyarakat tradisi dengan masyarakat industri baru. Kendati demikian ia berkeyakinan bahwa masyarakat akan menjadi tertib kembali kalau suatu kesepakatan tentang nilai-nilai baru akan tercapai.
E.       Comte Sebagai Pembaru Agama
Comte sangat dikesankan oleh abad pertengahan. Bukan tahap evolusi akal-budi di zaman itu mengesankan dia, tetapi pengintegrasian yang ditonjolkan antara nilai-nilai rohani dengan nilai-nilai duniawi. Misalnya, lembaga keluarga tidak semata-mata dianggap sebagai sumber sekuler saja, tetapi dianggap suci dan sacral juga. Terdorong oleh keyakinannya bahwa hati manusia merupakan daya yang terutama, ia melucuti angkatan bersenjata dari cita sakralnya, dan sebagai gantinya ia memberi status sacral kepada kaum wanita. Ia meningkatkan status sosial mereka dan meluhurkan perana merekan dalam rumah- tangga. Ia menentang perceraian, ibu Yesus dihormatinya. Melalui hormat kepada Bunda Maria ia menyatakan hormatnya kepada semua ibu. Pada saat menjelang wafatnya para hadirin mendengar dia berbisik “Ibu dari AnakMu”.
Comte menarik kesimpulan, bahwa pengintegrasian kembali masyarakat atas dasar prinsip-prinsip positivisme hanya mungkin dilaksanakan melalui agama gaya baru, yaitu agama sekuler dengan lambangnya, upacaranya, hari-hari raya, dan orang “Kudus”-nya. Hanya agama yang akan mampu menyemangati baik akal-budi maupun perasaan dan kemauan. Oleh karena itulah, Comte dalam masa tuanya mendirikan agama baru itu. Yang disembah sebagai Yang Mahatinggi bukan Allah, melainkan humanitas atau manusia. kita harus mencintai humanitas. Dengan humanitas tidak dimaksudkan semua orang, termasuk yang tidak becus dan jahat. Melainkan orang-orang terbaik yang pernah dihasilkan sejarah dan masih hidup melalui karya dan pengaruh mereka. Kita harus mencintai kemanusiaan mereka yang abadi. Menurut Comte cinta inilah yang akan memulihkan keseimbangan dan pengintegrasian baik dalam diri individu maupun dalam masyarakat. Cinta ini akan melahirkan pemerintahan sipil, menjinakkan, dan mengendalikan tiap-tiap kekuasaan dunawi. Kata Marvin, “masyarakat yang sedemikian rupa diatur, hingga prinsip-prinsip sosial memainkan peranan paling penting, merupakan suatu sosiokrasi. Itulah sumbangan istimewa Comte kepada dunia”. (Marvin, F.S., 1936: 195-196).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar