BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di daerah pesisir ada banyak kegiatan para masyarakat yang
sedang berlangsung. Kegiatan yang dilakukan juga bermacam-macam, bercengkrama
dengan sesama masyarakat sembari menunggu kegiatan mereka akan melaut pada
setiap harinya. Disemua kegiatan yang berlangsung diantara masyarakat-
masyarakat pesisir tersebut terjadi interaksi komunikasi dengan latar belakang
budaya yang berbeda-beda.
Dari
setiap budaya tersebut memiliki bahasa yang berbeda sehingga keberagaman
budaya komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat pesisir juga
memiliki keragaman bahasa. Hubungan komunikasi antar budaya mampu memberikan keuntungan
dalam aktualiasasinya misalnya terhadap peningkatan pengetahuan dan cara pandang
seseorang tentang dunia melalui orang-orang baru dari budaya yang baru dijumpai.
Menurut Ting Toomey (1953)
, budaya sebagai komponen dari usaha manusia untuk
bertahan hidup dan berkembang dalam lingkungan partikular mereka. The
Ecological Adaptation Function yaitu fungsi budaya dalam memfasilitasi
proses-proses adaptasi di antara diri, komunitas kultural dan lingkungan yang
lebih besar, The Cultural Communication Function yaitu koordinasi antara
budaya dengan komunikasi, budaya mempengaruhi komunikasi dan komunikasi
mempengaruhi budaya. Ringkasnya, budaya diciptakan, dibentuk, ditransmisikan
dan dipelajari melalui komunikasi.
Di samping itu,
bagaimana cara kita untuk menjelaskan tentang diri kita sendiri di hadapan
orang yang berbeda latar budaya juga memberikan tantangan tersendiri.
Alasan-alasan itulah yang kemudian akan membentuk pola komunikasi dan hubungan
antar budaya seseorang.
Dari
teori bahasa dapat diketahui bahwa bahasa merupakan alat komunikasi dan
interaksi manusia yang di dalamnya terdapat simbol-simbol bunyi yang mandiri dan
unik yang digunakan dalam suatu latar budaya tertentu. . Komunikasi adalah cara untuk berdialektika dalam konteks
hubungan antar budaya. Kita harus memulai untuk memikirkan bagaimana cara yang
tepat untuk melangsungkan komunikasi ketika kita sedang berada dalam lawan
bicara yang berbeda latar belakang budaya dengan kita. Yang paling utama adalah
bahasa. Bahasa mempengaruhi pemikiran dan perilaku.
Bahasa mempengaruhi proses kognitif kita. Oleh
sebab, bahasa-bahasa di dunia memiliki banyak keanekaragaman yang unik dari
yang lainnya baik dalam hal karakteristik semantik maupun strukturnya, maka
dapat juga disimpulan bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga
akan berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.
Bahasa mencerminkan budaya. Makin
besar perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun
dalam isyarat-isyarat nonverbal.Makin besar perbedaan antara budaya (dan,
karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi
dilakukan.Semakin besar perbedaan antarbudaya maka semakin besar pula
ketidak-pastian dan ambiguitas dalam komunikasi.
Terdapat 3 (tiga) fase dalam proses
membangun hubungan antar budaya diantaranya:
·
fase initial attraction (tahap pengenalan awal),
·
exploration (tahap eksplorasi lanjutan),
·
stabilization (tahap menstabilkan hubungan).
Setiap budaya memiliki variasi dan
cara nya masing-masing yang berbeda dan unik dalam setiap fase membangun
hubungan tersebut.
Perbedaan cara pandang budaya dalam
hubungan dapat disebabkan oleh adanya identitas dan nilai-nilai yang
dianut masyarakat tertentu. Misalkan perbedaan antara budaya di Pasar Pantai
Bengkulu
dari setiap daerah yang bersifat individualistik dan ada juga bersifat kolektif. Hubungan dalam budaya
masyarakat daerah pesisir kolektif lebih cenderung bertahan dalam jangka panjang, dan
tidak individual serta mengikutsertakan berbagai kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi untuk mempertahankan suatu hubungan.
Hubungan antar budaya juga tidak bisa
dilepaskan dari berbagai tantangan misalnya perbedaan-perbedaan idiosinkratik
tidak akan banyak menimbulkan efek ketika hubungan antar budaya tersebut
dibangun pada tahapan awal. Namun, ketika akan memasuki tahapan yang lebih
intim/mendalam, maka terciptalah proses negosiasi dan interaksi antara
perbedaan-perbedaan dengan persamaan-persamaan yang ada.
Selain
itu, perbedaan- kultural sudah menjadi suatu hal yang pasti dan diberikan
secara turun temurun, sehingga tantangannya adalah bagaimana cara menemukan dan
membangun kesamaan-kesamaan dibalik berbagai perbedaan misalnya dengan
membangun rasa ketertarikan atau kepentingan bersama, aktivitas, kepercayaan
dan tujuan akhir yang sama
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang ada pada latar belakang diatas maka
didapatkan rumusan masalah yaitu “Bagaimana
pola
interaksi penggunaan bahasa pada interaksi sosial masyarakat pesisir ?”
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1
Maksud Penelitian
Melihat interaksi komunikasi yang terjadi antar
masyarakat daerah pesisir. peneliti ingin melakukan riset terhadap
keberagaman budaya khususnya bahasa yang
digunakan oleh masyarakat dalam berinteraksi di lingkungan daerah pesisir.
1.3.2
Tujuan Penelitian
1.
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pola interaksi penggunaan bahasa pada interaksi sosial
masyarakat pesisir .
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian
ini diharapkan dapat melengkapi dan memperkaya penelitian tentang keberagaman
budaya bahasa pada khususnya dan pada masyarakat daerah pesisir pada
umumnya dengan metodologi kualitatif, dan
berguna untuk penelitian selanjutnya.
1.4.2
Manfaat Praktis
Penelitian ini selanjutnya diharapkan berguna bagi praktisi komunikasi
khususnya dosen Ilmu Komunikasi, mahasiswa Ilmu Komunikasi dan peneliti
selanjutnya .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Penelitian Terdahulu
Dalam membuat peneltian ini penulis melihat beberapa referensi
penelitian terdahulu yang bisa menjadi bahan acuan
bagi penulis. Beberapa hasil penelitian terdahulu dan
pernyataan yang dianggap relevan dengan penelitian ini,
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ismail Kusmayadi (2001) dimana ia lebih
mengkaji ragam bahasa di Indonesia. Dimana ia melihat ragam bahasa dari segi
daerah dan pemakaiannya. Bahasa mempunyai ragam yang disesuaikan dengan
keperluan, tempat asal, tempat dimana berinteraksi dengan orang lain atau
bidang lainnya. Karena biasanya keragamaan bahasa mempunyai sejumlah kosakata
khusus yang di gunakan di masing-masing daerah.
Kemudian penelitian terdahulu oleh Adi Tahajudin (2005) dimana ia mengkaji
penelitian dengan judul Dialektika bahasa di Kecamatan Pulomerak Kota Cilegon
Banten. Dialek merupakan variasi bahasa yang
digunakan oleh sekelompok masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu, dan
ragam yang merupakan variasi bahasa yang digunakan untuk situasi tertentu
(formal dan nonformal). Penelitian
ini, yakni berusaha menggambarkan
secara objektif dan tepat aspek keanekaragaman bahasa yang ada
di daerah banten. Sumber datanya adalah penduduk
yang ada di daerah Kecamatan Pulomerak Kota Cilegon
Banten. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dialek kebahasaan dalam
bahasa daerah yang dipergunakan masyarakat di seluruh desa Kecamatan Pulomerak
berupa aspek keanekaragaman bahasa yang ada di Banten.
2.2. Teori yang
digunakan
2.2.1 Teori Dramaturgi dan
Masyarakat Pasar Pantai Bengkulu
Teori Dramaturgi dipilih karena dalam penelitian ini
penulis ingin melihat bagaimana masyarakat
daerah pesisir yang berasal dari berbagai daerah
mengkondisikan dirinya agar bisa dengan mudah menyesuaikan diri dan diterima
oleh masyarakat di sekitar lingkungan
daerah pesisir.
Dramaturgis merupakan pandangan tentang kehidupan sosial
sebagai serentetan pertunjukan drama dalam sebuah pentas. Istilah Dramaturgi
kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung
dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain sehingga
penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu
mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan.
Dalam Dramaturgi terdiri dari Front stage (panggung
depan) dan Back Stage (panggung belakang). Front Stage yaitu
bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Front
stage dibagi menjadi 2 bagian, Setting yaitu pemandangan fisik
yang harus ada jika sang actor memainkan perannya. Dan Front Personal
yaitu berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang actor. Front
personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu Penampilan yang
terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status social actor. Dan Gaya
yang berarti mengenalkan peran macam apa yang dimainkan actor dalam situasi
tertentu. Back stage (panggung belakang) yaitu ruang dimana disitulah
berjalan scenario pertunjukan oleh “tim” (masyarakat rahasia yang mengatur
pementasan masing-masing actor)
Goffman (1956) mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Beliau menggali segala
macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita
sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara
seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama.
Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan
yang ditampilkan. Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi.
Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi
kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri –
Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor
berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin
diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa
penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan
sebagai bentuk lain dari komunikasi.
Komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan.
Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana
memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir
komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgis,
yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran
sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau. Perlu diingat,
dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya
dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi
memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang
disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi
sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu
kepada tercapainya kesepakatan tersebut.
2.2.3 Teori
Interaksi Simbolik dalam Interaksi
Sosial Masyarakat Pasar Pantai Bengkulu
Peneliti memilih teori ini
karena dalam proses komunikasi yang terjadi khususnya dalam berbagai macam
interaksi yang dilakukan oleh masyarakat Pasar Pantai Bengkulu mengandung
banyaknya hal-hal yang dipertukarkan termasuk dalam gaya, bahasa, cara
berpakain dan lain sebagainya yang mengandung makna dari setiap simbol-simbol
yang digunakan oleh masyarakat setempat.
Esensi interaksi simbolik adalah suatu
aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran
simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami
perilaku manusia dari sudut pandang subjek.
Menurut teori interaksi simbolik,
kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan
simbol-simbol. Secara ringkas, interkasionisme simbolik didasarkan pada
premis-premis berikut: pertama, individu merespons suatu situasi
simbolik. Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik dan sosial
berdasarkan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi
mereka. Kedua, makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna
tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Ketiga,
makna diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan
dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.
Komunikasi yang efektif tergantung pada
tingkat kesamaan makna yang didapat partisipan yang saling bertukar pesan.
Fisher berpendapat, untuk mengatakan bahwa makna dalam komunikasi tidak pernah
secara total sama untuk semua komunikator, adalah dengan tidak mengatakan bahwa
komunikasi adalah sesuatu yang tak mungkin atau bahkan sulit tapi karena
komunikasi tidak sempurna (Gudykunst dan Kim, 2003: 269-270). Jadi untuk
mengatakan bahwa dua orang berkomunikasi secara efektif maka keduanya harus
meraih makna yang relatif sama dari pesan yang dikirim dan diterima (mereka
menginterpretasikan pesan secara sama).
2.3.
Kerangka Pemikiran
Disemua
kegiatan pada masyarakat- masyarakat pesisir tersebut terjadi interaksi
komunikasi dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Dari setiap budaya
tersebut memiliki bahasa yang berbeda sehingga keberagaman budaya komunikasi
yang dilakukan oleh masyarakat pesisir juga memiliki keragaman bahasa. Dari
keberagaman bahasa dan budaya yang dibawa oleh masyarakat yang berasal tidak
hanya dari Bengkulu apakah pola interaksi antar masyarakat akan berbeda juga
atau malah sebaliknya. Peneliti melalukan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
pola interaksi masyarakat pesisir pantai terhadap adanya
keberagaman bahasa dan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori
dramaturgis dan teori interaksi simbolik untuk membantu peneliti pada saat,
sebelum dan nantinya penelitian ini diselesaikan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1. Paradigma Penelitian
Paradigma penelitian yang saya gunakan
adalah paradigma konstruktivis, karena peneliti menggunakan teori dramaturgi
dan interaksi simbolik sebagai pendekatannya. Dan teori dramaturgi dan
interaksi simbolik termasuk dalam ranah wilayah konstruktivis.
3.2. Pendekatan
Penelitian
Pendekatan
penelitian adalah interpretice kualitatif karena peneliti mencoba
menginterpretasikan apa Saja yang dinyatakan oleh sasaran penelitian
berdasarkan fikiran dan perasaan penelitian itu sendiri.
3.3. Metode
Penelitian
Senada dengan
tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, yakni berusaha menggambarkan
secara objektif dan tepat aspek keanekaragaman budaya bahasa yang ada di ruang
lingkup masyarakat daerah pesisir.
Maka penelitian ini bersifat deskriptif. Perlu dicatat bahwa penelitian ini
tidak mempertimbangkan benar dan salahnya penggunaan bahasa oleh penuturnya
sehingga data bahasa tersaji apa adanya.
Latar belakang dan masalah yang muncul dalam penelitian ini
adalah masalah-masalah aktual. Maksudnya, masalah berbahasa adalah masalah yang
sedang dihadapi oleh pemakai bahasa Indonesia sekarang. Penelitian ini
menggunakan analisis kualitatif bersifat deskriptif. Data yang dihasilkannya
berupa kata-kata dan kalimat-kalimat.
Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode kualitatif. Dengan metodi ini peneliti mencoba menyajikan
data penelitian melalui uraian-uraian, verifikasi, dan sumber-sumber data
penelitian menjadi rangkaian kalimat yang utuh. Metode penelitian deskriptif
kualitatif dipilih karena penulis mengidentifikasi serta mendeskripsikan
masalah-masalah yang berkenaan dengan keberagaman budaya bahasa masyarakat
daerah pesisir melalui
wawancara. Selanjutnya, penulis memperoleh data bagaimana persepsi yang muncul
dari para penutur bahasa Indonesia ketika menerima tuturan yang tidak santun.
3.4. Subyek
Obyek Penelitian (Informan penelitian)
3.4.1
Informan pokok
Pada penelitian ini informan pokoknya adalah pedagang di kawasan Pasar
Pantai Bengkulu dan sekaligus menjadi obyek penelitian.
3.4.2
Informan kunci
Pada penelitian
ini, peneliti juga memilih pedagang lainnya di kawasan Pasar Pantai Bengkulu
sebagai informan kunci namun bukanlah menjadi objek dalam penelitian ini.
3.5 Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi,
wawancara, dan teknik catat. Penulis terlebih dahulu mengobservasi dengan
mengamati situasi dan keadaan lingkungan, kemudian melakukan wawancara kepada pedagang, untuk mendapatkan informasi yang
relevan. Terakhir langkah dilakukan dengan teknik catat, yaitu
mencatat semua informasi yang diberikan dari mahasiswa yang telah diwawancara .Selanjutnya,
proses pengumpulan data sebagai berikut:
3.5.1
Teknik Observasi
Observasi partisipasi akan dilakukan
sepanjang, pada saat, dan sebelum proses penelitian berlangsung di kawasan
pasar pantai pesisir Bengkulu dengan cara wawancara bertahap maksudnya ialah
peneliti mencoba melakukan pendekatan dengan pedagang dengan cara turut serta
membeli dagangan yang dijual oleh si pedagang terus menerus selama proses
penelitian. Setelah
data didapatkan,
selanjutnya mengobservasi situasi dan keadaan. Melalui teknik ini peneliti akan mendapatkan data tentang
keberagaman budaya bahasa antar masyarakat di daerah Pasar Pantai
Bengkulu
3.5.2
Teknik Wawancara
Setelah
hasilnya ditranskripsi selanjutnya dengan mewawancarai masyarakat yang
berada di daerah Pasar Pantai Bengkulu.
3.5.3
Teknik Catat
Hasil
dari proses wawancara
tersebut kemudian ditranskripsi beserta konteks yang dituturkan oleh informan. Setelah itu, akan didapatkan data
tentang wujud keberagaman budaya bahasa antar masyarakat di daerah Pasar Pantai
Bengkulu.
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini
peneliti lakukan dengan analisis data model interaktif. Artinya sebagai
peneliti kualitatif sebenarnya analisis telah dilakukan sejak mula tema
penelitian ini dikeluarkan, dirancang, dicari datanya dilapangan dan setelah
semua data terkumpul.
3.7 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menganalisis data, kemudian
data hasil wawancara yang telah didapat selanjutnya data hasil wawancara tersebut
diklasifikasikan berdasarkan aspek keanekaragaman bahasa yang terjadi pada masyarakat daerah
Pasar Pantai Bengkulu.
3.7.1. Tabel Kegiatan Penelitian
Kegiatan Hasil :
a. Penyusunan Draf Penelitian
b. Pengumpulan data
c. Pemilahan Informan
d. Pengambilan data
e.
Wawancara
f. Mengidentifikasikan perbedaan pada
tataran keanekaragaman bahasa masyarakat daerah pesisir.
3.8 Lokasi Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di kawasan Pasar Pantai Bengkulu sehingga penelitian ini dapat
menjadi gambaran tentang keberagamaan budaya bahasa yang terdapat pada
masyarakat setempat dengan alasan di daerah pasar pantai Bengkulu banyaknya
masyarakat yang berasal dari berbagai macam daerah, tidak hanya dari daerah asli
Bengkulu saja.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Deskripsi wilayah penelitian
Penelitian yang kami lakukan ini
terletak di wilayah pesisir pantai Bengkulu, lebih tepatnya di daerah Pasar Pantai
Bengkulu. Adapun wilayah penelitian kami tersebut
lebih didominasi oleh para pedagang dan para nelayan tetapi kami berfokus
kepada para pedagang di daerah kawasan pesisir pantai Bengkulu. Daerah Pasar Pantai Bengkulu
yang menjadi tempat penelitian kami ini selalu ramai dilalui kendaraan karena terletak
dekat dengan obyek wisata pantai panjang kota Bengkulu.
4.2 Profile Informan Penelitian
Profile
informan dari penelitian yang kami lakukan ini berfokus kepada pedagang di kawasan pasar
pantai pesisir Bengkulu.
Informan
1 :
Informan ini adalah seorang wanita bernama
Nurhidayah bertubuh luas,
berkulit agak gelap
berumur 42 tahun dan pekerjaannya sehari-hari adalah pedagang makanan di daerah
kawasan pantai pesisir Bengkulu.
Ia menjual udang goreng, kepiting goreng, tahu goreng dan masih banyak lagi.
Wanita ini merupakan masyarakat asli pesisir pantai
Bengkulu, yang sudah lama tinggal dan menetap disana. Ia tinggal persis
dipinggiran jalan tepat di pasar pantai Bengkulu. Tempat berdagang yang ia
gunakan sekaligus menjadi tempat tinggalnya dan keluarganya.
Informan 2 :
Informan kedua ini bernama ibu Ngudiah berumur 48 tahun bertubuh
luas, berambut ikal dan berkulit gelap. Ia merupakan pedagang lotek dan
berbagai macam gorengan di kawasan Pasar Pantai Bengkulu. Ia merupakan transmigran dari pulau Jawa dan sudah 4
tahun menetap di pasar pantai Bengkulu dan berprofesi sebagai pedagang.
4.3 Temuan hasil
penelitian
4.3.1 Pola penggunaan bahasa
pada interaksi sosial masyarakat pasar pantai
Bengkulu.
Dari wawancara yang kami lakukan selama beberapa hari di kawasan Pasar Pantai
Bengkulu, kami dapat mendeskripsikan hasil dari
penelitian kami mengenai
“Pola Penggunaan Bahasa Pada Masyarakat Daerah Pesisir” dimana
menurut informan yang telah kami wawancarai bahwa penduduk di daerah kawasan
pasar pantai Bengkulu tersebut tidak semuanya berdomisili asli orang Bengkulu,
melainkan ada juga orang-orang dari luar daerah Bengkulu atau transmigrasi.
Tidak hanya berasal dari pulau Sumatera saja, melainkan ada yang berasal dari
pulau Jawa. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakaat di kawasan pasar pantai
pesisir Bengkulu saling menghargai dan menghormati
satu sama lain, dan mereka juga menyesuaikan bagaimana cara berbicara dan
bertutur kata dalam penggunaan bahasa di daerah pasar pantai Bengkulu walaupun banyak
juga terdapat orang-orang berasal dari luar kota bengkulu namun masyarakat
tidak menemukan kesulitan dalam berinteraksi satu sama lainnya.
Masyarakat di kawasan pasar pantai Bengkulu tersebut tidak begitu sulit
memahami dan berinteraksi dengan anggota masyarakat lainnya di kawasan
tersebut, karena mereka juga sudah lebih
dulu mengenal karakteristik masyarakat di kawasan tersebut, jadi dalam
penggunaan bahasa tidak begitu sulit untuk mereka pahami satu sama lain.
4.3.2. Pembahasan.
Dari hasil penelitian ini, kami
menemukan bahwa masyarakat di kawasan Pasar Pantai Bengkulu saling menghormati.
Mereka hidup dengan damai. Tidak saling menyakiti satu sama lain. Para
pendatang dari luar daerah saling menyesuaikan diri dengan penduduk asal.
Pada saat berinteraksi dengan
masyarakat asli di sekitar pemukiman, mereka melakukan dramaturgi, dimana pada
saat berbicara dengan masyarakat sekitar atau dengan para pembeli mereka tetap
menggunakan bahasa Bengkulu, tetapi jika sedang berada di rumah dan berbicara
dengan keluarganya mereka sering kali menggunakan bahasa daerahnya. Contohnya
pada informan kedua, ibu Ngudiah yang merupakan transmigran dari pulau Jawa,
saat berbicara dengan masyarakat sekitar kawasan pasar pantai Bengkulu atau
ketika sedang melayani pembeli (termasuk peneliti) ia menggunakan bahasa
bengkulu atau bahasa Indonesia, tetapi jika berada di rumah di lingkungan
keluarganya atau berkomunikasi dengan anggota keluarga , ia menggunakan bahasa
jawa walaupun itu pada saat berdagang.
Mereka mengikuti kebiasaan
masyarakat sekitar agar bisa diterima dengan baik dan mencoba bertukar simbol –
simbol dengan masyarakat yang lainnya. Tetapi pada saat mereka berkomunikasi
dengan anggota keluarganya mereka menggunakan bahasa daerah asal. Mereka
melakukan ambivalensi dengan tujuan agar mereka tidak kehilangan kebudayaan
asli mereka.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat
Pasar Pantai Bengkulu saling berinteraksi menggunakan bahasa asli masyarakat
pesisir pasar pantai bengkulu. Tetapi, ketika mereka berkomunikasi dengan
anggota komunitasnya (orang – orang yang berasal dari satu daerah), mereka
menggunakan bahasa asli daerah mereka. Saat masyarakat pendatang melakukan
interaksi dengan orang diluar komunitasnya (masyarakat asli atau dengan komunitas
yang lainnya) mereka mencoba untuk menghilangkan kebiasaan asli mereka. Mereka
melakukan dramaturgis agar bisa diterima dan membaur dengan masyarakat asli
daerah Pasar Pantai Bengkulu.
5.2. Saran
Sehubungan dengan masalah yang peneliti temukan selama
penelitian, maka peneliti menyarankan agar masyarakat Pasar Pantai Bengkulu tetap berinteraksi dengan
baik antar satu sama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Tubbs, Stewart L., Sylvia Moss.
2004. Human Communication,
Konteks-Konteks Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Prista. 2011. Teori Dramaturgi Erving Goffman. http://pristality.wordpress.com/2011/11/29/teori-dramaturgi-erving-goffman/
Mulyana,
deddy. 2010. Ilmu Komunikasi. Suatu
Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana,
Deddy., Solatun. 2008. Metode Penelitian
Kualitatif, Contoh-contoh Metode Penelitian Kualitatif Dengan pendekatan
Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Mulyana,
Deddy. 2010. Metode Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru
Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar